Senin, 22 Januari 2018

kau pasti setuju denganku,
memperdebatkan masa lalu sungguh tak berguna
biarkan dia disitu

aku tidak tau mengeskpresikan apa yang kurasakan hari ini
ya... aku terlau rindu.
memikirkanya saja aku rindu
begitu bagus ya kenangan itu

aku mengingat semua kenangan yang bagus

dan kau itu...
bagus :)




Selamat Ulang Tahun...


kau tau?
aku selalu bergembira ketika mengingat ini hari ulang tahunmu
aku bersyukur Ibumu dengan selamat melahirkan dirimu
aku bersyukur Tuhan menghadiahkan "perkenalan kita" sebagai hadiah untukku

aku si kolektor kenangan
iya, terkesan menye-menye
tapi aku hebat, mengubah kenangan menjadi ingatan penyemangat
tak akan kusia-sia kan kenangan-kenangan indah itu
amunisi masa depanku !
Ingatan akan kenangan membuatku bersemangat

karena dengan kenangan, aku selalu bersyukur
aku selalu berterimakasih atas semua pembelajaran masa laluku
dan aku selalu bersemangat menyambut masa depanku

kau secara tidak sengaja mengajarkan aku untuk selalu menjadi versi terbaikku
membuatku berani menghadapi apapun didepan...

Itulah mengapa, rasa terimakasihku tak pernah habis untukmu
dulu, hari ini, hingga kapanpun
aku selalu merasa berhutang "kasih" kepadamu
maafkan aku.

Terima kasih Mr. S
Semoga Bahagia  dan Sehat Selalu

Selasa, 09 Januari 2018

obrolan tai : MENCINTAI atau belajar MENCINTAI?

ini bukan lanjutan tulisan kemaren yaa, meskipun maren juga masih bersambung, doooh kalo diinget - inget udah ada 2 tulisan yang bersambung di blog ini. tapi ya ndak perduliii~

seperti biasa setiap tulisan disini pasti berawal dari pertanyaan receh yang akhirnya aku pikirin juga wk!

gausah cerita lengkapnyaa, karena bkal panjang banget sih entar, lsg intinya aja, jadi temen aku nanya tentang mending dicintai atau mencintai.

sepersekian detik setelah pertanyaan keluar aku dengan mantap meenjawab "mencintai"

"haha.. kenapa?" dalam keadaan sesungguhnya temen aku sempet kaget dan menyatakan bahwa wanita biasanya memilih untuk dicintai karena biasanya pejuang sejati adalah lelaki, sedangkan wanita mudah dalam belajar mencintai.

"menurutku lebih mudah mencintai, daripada belajar mencintai..."

"dasar wanita pemalas.."

"HAHA..."

"seriusan deh, bukankah lebih aman dicintai dan belajar mencintai?"

"aman? maksudnya gimana ini? aman untuk siapa?"

"maksud aku, bukankah kamu orang yang begitu sulitnya percaya sama hal beginian ya? kan resiko sakit  lebih kecil ketika kamu dicintai.."

"sepertinya aku lebih malas mengambil resiko aku menyakiti orang yang mencintai ku.. lebih sakit kalo dengan sadar menyakiti orang lain ga sih?"

"HAHAHAH, interesting.. ini seperti tidak konsisten dengan sifat cuekmu selama ini"

"aku gasuka ah obrolan ini, mbleber kemana-mana, intinya aku lebih suka mencintai, kenapa jadi perdebatan sakit menyakiti..."

"jelaslah penasaran, ini aneh..."

"sejak kapan aku ga aneh dimata mu?" 

temen aku yang super nyebelin terus mendesak mencari tau alesaku, akhirnya aku jawab! (lemah)

"Ketika aku mencintai, aku akan melakukan semuanya dengan senang hati, tanpa beban, dan apapun yang aku lakukan bakal jadi kebahagiaan aku sendiri. Mencintai itu keputusan, aku meskipun egois, aku tau gimana caranya menanggulangi rasa sakit akibat perbuatan aku sendiri (amit-amit kalo sampe habis jatuh cinta lalu sakit) karena aku sadar ini resiko yang nempel sama yang namanya JATUH CINTA! mana ada sih jatuh yang ga sakit? rasa sakit yang mungkin timbul akibat kelakuan aku sendiri. nah coba dibalik jikalau aku belajar mencintai karena aku diposisi dicintai, hidup aku tidak akan tenang karena penuh dengan tebak-tebakan bagaimana aku kudu bersikap seharusnya, bagaimana aku harus mengharagai effort seseorang yang uda cinta ma aku, karna aku tau rasanya mencintai, aku makin merasa bersalah kalo aku gabisa bales. gabakal tenang hari-hari aku terbebani dengan tanggung jawab sebesar itu. sejujurnya aku juga lagi belajar mencintai, belajar jatuh cinta dengan ciptaan Allah karena Allah. kalopun aku akhirnya jatuh cinta, semoga itu semua karena Allah.. misal doi GANTENG, --SUBHANALLAH begitu Gantengnya Ciptaan Allah, Allah Maha Besar.. -- ini contoh recehnya, intinya aku kudu sadar bahwa semua milik Allah, jadi aku ga akan MENG-HAMBA dan MENDEWAKAN manusia yg bikin aku jatuh cinta, tidak mabok kepayang wkakakka, masih bisa rasional dan bersyukur dalam mencintai..GILS KOK PANJAAAANG SIH! FIX aku CURHAAAAT!!!"

akhirnya kami berdua ngakak dan selanjutnya tak membahas ini lagi, semoga aku punya temen ga pada usil ngasih pertanyaan yng bikin selalu pusing wk!


Rabu, 03 Januari 2018

APA GUNA LELAKI (dicerita ini)

kayaknya tulisan ini bakalan panjang, soalnya agak emosional. bukan apa-apa sebenernya aku akhir-akhir ini sering dengerin cerita orang, aku tipenya pendengar yang akan memberi tanggapan kalau ditanya. Jikalau masalahnya sensitif kadang ku memilih mendoakan ketimbang menjawab. tapi efeknya setiap mendengarkan cerita orang, kepalaku bisa otomatis penuh pertanyaan, jadi amkin sering istighfar, atau kalo imajinasi lagi liar sambil ketok-ketok meja (if you know what i mean). udahlah ini kenapa pembukanya panjang amat ya.

Judulnya agak kontroversial, namun.... please jangan baper doloooo, better baca ampe kelar (emang ini ada yang baca?) atau gausah baca sekalian (bye~)

cerita pertama: datang dari seseorang yang telah menikah lama dengan suaminya, yang dulunya juga uda pacaran menahun dengan suaminya, karena satu dan lain hal suami yang menikahinya dengan penuh cinta (pengakuan si suami terhadap istri) di PHK dari tempatnya bekerja, Allah Maha Baik, Istrinya bukan ibu rumah tangga, akhirnya setelah di PHK istri menjadi tulang punggung keluarga (literally) awal cerita w sama sekali tidak merasa aneh, ternyata si Istri merasa kelelahan akan peranya yang kurang di apresiasi si suami, dari pengakuan si istri setiap istri pulang kerja istri melihat rumahnya berantakan (mereka jadi tak punya asisten rumah tangga) dari cuci baju dan piring semuanya ia yang kerjakan, si suami sama sekali tak membantu pekerjaan rumah tangga. nyuci, ngepel, ngosek kamar mandi, nyiram taneman, masak, setrika, njemur, untungnya anak mereka sudah besar, kebetulan kuliah diluar kota (bisa dibayangkan biaya kos dan makan anak), Alhamdulillah anak tunggal (bayangkan kalau 11? ngekos semuaaaaa!OMG) lagi-lagi Allah tidak memberi cobaan diluar kemampuan umat-Nya.
Lalu aku bertanya, "biasanya kalo beliau dulu bekerja apakah membantu pekerjaan rumah tangga?"
"tidak."
"Lho jadi emg tidak ada pembagian tugas?"
"tapi saya mampu membayar ART untuk membantu saya, setelah beliau PHK uang saya harus di irit, untuk kuliah anak dan hidupnya di luar kota"
 si Istri mulai tersedu, ia merasa nggondok karena, sudah kerjaan rumah tidak dipegang beliau hanya bermain hp dan menonton televisi, bahkan jika galon habis, beliau tidak "ngeh" sangking asiknya hidup dengan hp dan televisi, harus diingatkan dahulu, baru mau mengangkat atau mengganti galon yg habis. terkadang si Istri sangking suntuknya  sampai meminta tenaga super power terhadap Allah agar supaya ia kuat mengangkat Galon sehingga lengkap sudah ia bisa mengerjakan SEMUANYA. berita baiknya, mereka berdua dianugrahi anak yang penuh dengan berkah, anaknya tiba-tiba mendapat beasiswa, sehingga sungguh meringankan bebannya, si anak juga mulai jadi guru les untuk uang makan.
Si istri cerita terharu karena si anak menyuruh ibunya mencari "ART-pulang-hari" yang meringankan tugasnya dirumah. setelah si Istri selesai menceritakan apa yang membuatnya lelah dia berkata "Ngomong dong rin, kok diem aja"
jujur saat itu w bener-bener sedih ampe ilang semua kalimat, dan w ga kebayang ternyata ada ya(?) laki-laki yang mencintai sepenuh hati (katanya) membiarkanmu berjuang sendirian. Si Istri berkata bahwa 4 tahun di PHK tidak ada tanda-tanda si suami ingin mencari pekerjaan baru, atau bersemangat mencari penghasilan. lalu aku mulai bertanya padanya
"kamu dulu mau nikah ama dia (kata beliau berubah dia, w nampaknya mulai terbawa emosi) , kalimat nglamarnya kek mana sampe mau".
"Apaaa nh maksudnya rin.."
"yeeee jangan marah dulu, setau w Pasangan itu kan KLOP, Suami-Istri merupakan pakaian satu sama lain, apa yang kamu tanam, itu yang kamu tuai, coba instropeksi, kekmana yg bikin suami kamu berubah"
"aku gatau rin, hmmm sebentar.."
....
...
hening
...
iseng-iseng w nanya lagi, "dia pernah bilang ga alesan kenapa dia suka ama u? atau kenapa sih mau nikah ama u?"
"hmm apa karena beliau pernah bilang, ak bukan tipe wanita penntut dan kuat, siap diajak hidup susah..?"
"trus u nanya balik ga? doi siap hidup susah ga?"
"engga"
w terdiaaam men, membisu w, ga tega w ngucapin kalimat di benak w. w bingung mana ada lelaki rela mengajak susah wanita yang ia cintai yang ternyata doi sendiri ga siap bersusah payah.
akhir dari cerita ini biar w dan doi yang tau ya, poinya disini, w bener-bener ga paham, cobaan apa yang lagi dialami si wanita ini, tapi w bangga menjadi kaum wanita yang diciptakan begitu kuat. mau berjuang demi anak dan suaminya, semoga doi bisa selalu istiqomah biar jadi ibadah, bukan sumpah serapah. dan semoga sakinah mawadah warohmah meskipun si suami tak memenuhi kewajibannya sebagai lelaki (menurut w). Oh ya, kalau seperti ini apakah kehidupan ranjang mereka terganggu? maksudku pasti mereka tetep punya kebutuhan satu sama lain (w gabrani nanya tapi w pusing aja gitu, masi napsu ga ya kalo kesel ya kalopun ga napsu emg kebutuhanya bakal ilang?).

Dari Cerita pertama, esensi nikah adalah ibadah emang kuat, kudu kuat ALASAN berani IBADAH jenis ini (w nulis sambil merinding) menikah bukan tentang persetubuhan aja, tapi tanggung jawab yang nempel banyaaaaaaaaak banget. Doa w buat doi semoga doi selalu yakin bahwa JANJI ALLAH ITU PASTI. semangat bosque :')

Ternyata w uda males lanjutin cerita berikutnya, bersambung deh.
*cerita ini telah disetujui oleh narasumber, doi malah ngakak dan jadi hiburan-DASAR WANITA mudah sekali menghiburnya*

ooya buat wanita yang belum menikah--- pengetahuan pria akan kesetaraan gender perlu dipertanyakan sebelum menikah, salah-salah doi anggep u "SELIR" atau "ART" bukan ISTRI. sekedar buat temen ranjang dan beres2 Rumah, bonus menghasilkan uang. bukan masalah Rugi bandar, ini IBADAH, anakmu punya HAK untuk dapet sosok PRIA panutan untuk bekal ia membimbing istrinya besok, atau resiko tentang nanti anak perempuanmu ketakutan menikah karena takut diperlakukan tidak semestinya, atau parahnya anakmu salah mengartikan "menikah" dan "cinta" itu sendiri.

with love
Arin